Friday 1 January 2016

Tuberculosis (TB) Paru

  • Pengertian
Menurut Brunner & Suddarth (2002) dalam Putra (2011) Tuberkulosis (TB) adalah penyakit infeksius, yang terutama menyerang penyakit parenkim paru. Menurut Depkes RI (2007) TB adalah penyakit menular langsung yang disebabkan oleh kuman TB  (Mycobacterium tuberculosis). Sebagian besar kuman TB menyerang paru, tetapi dapat juga mengenai organ tubuh lainnya.
  • Gejala TB
Gejala utama penderita TB paru adalah batuk berdahak selama 2-3 minggu atau lebih. Batuk dapat diikuti dengan gejala tambahan yaitu dahak bercampur darah, batuk darah, sesak nafas, badan lemas, nafsu makan menurun, berat badan menurun, rasa kurang enak badan (malaise),  berkeringat malam hari tanpa kegiatan fisik, demam meriang lebih dari satu bulan. Setiap orang dengan gejala tersebut dianggap sebagai seorang tersangka (suspek) penderita TB dan perlu dilakukan pemeriksaan dahak secara mikroskopis (Depkes RI, 2008).

  • Klasifikasi Penyakit Tuberkulosis
Menurut Depkes RI (2008) TB diklasifikasikan menjadi 2, yaitu TB paru dan Ekstra Paru. Menurut Djojodibroto (2009) dalam Fahmy (2010) tuberkulosis paru mencakup 80% dari keseluruhan kejadian penyakit tuberkulosis, sedangkan 20% selebihnya merupakan tuberkulosis ektrapulmonar.
1)        Tuberkulosis (TB ) Paru
Menurut Depkes RI (2008), Tuberkulosis (TB) Paru  adalah tuberkulosis yang menyerang jaringan paru, tidak termasuk pleura (selaput paru) dan kelenjar pada hilus. Berdasarkan hasil pemeriksaan dahak, TB paru dibagi menjadi TB paru BTA positif dan BTA negatif.
a.    TB Paru  BTA (+)
Sekurang-kurangnya 2 dari 3 spesimen dahak Sewaktu-Pagi-Sewaktu (SPS) hasilnya BTA positif. Satu spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif dan foto toraks dada menunjukkan gambaran TB.
b.   TB Paru  BTA (-)
Pemeriksaan  3 spesimen dahak SPS hasilnya BTA negatif  dan foto toraks menunjukkan gambaran TB. Tidak ada perbaikan setelah pemberian antibiotika dan non OAT (Obat Anti Tuberkulosis). 
2)        Tuberkulosis (TB ) Ekstra Paru
Tuberkulosis yang menyerang organ tubuh lain selain paru, misalnya pleura (selaput paru), selaput otak,  pericardium  (selaput jantung), kelenjar lymfe, tulang, ginjal dan lain-lain. TB ekstra paru dibagi berdasarkan tingkat keparahan penyakitnya, yaitu:
a. TB ekstra paru ringan, misalnya TB kelenjar lymfe, tulang (kecuali tulang belakang), sendi dan kelenjar adrenal.
b. TB ekstra paru berat, misalnya Meningitis millier,  pericarditis, TB tulang belakang, TB usus, TB saluran kemih dan alat kelamin (Depkes RI, 2008).


  • Tipe Penderita Tuberkulosis Paru
Menurut Depkes RI (2008), tipe penderita ditentukan berdasarkan riwayat pengobatan sebelumnya, ada beberapa tipe penderita yaitu: 
1.      Baru  adalah penderita yang belum pernah diobati dengan Obat Anti Tuberkulosis (OAT) atau sudah pernah menelan OAT kurang dari satu bulan (4 minggu).
2.      Kambuh (Relaps) adalah penderita tuberkulosis yang sebelumnya pernah mendapatkan pengobatan tuberkulosis dan telah dinyatakan sembuh, kemudian didiagnosis kembali dengan BTA positif.
3.      Pengobatan setelah putus berobat  (Default)  adalah penderita yang  telah berobat dan putus berobat 2 bulan atau lebih dengan BTA positif.
4.      Gagal (Failure) adalah penderita yang hasil pemeriksaan dahaknya  tetap positif atau kembali menjadi positif pada bulan ke  lima  atau lebih  selama pengobatan.
5.      Pindahan (Transfer In) adalah penderita yang dipindahkan dari Unit Pelayanan Kesehatan (UPK) yang memiliki register TB lain untuk melanjutkan pengobatannya. 
6.      Lain-lain  adalah  kasus yang tidak memenuhi ketentuan diatas. Dalam kelompok ini termasuk kasus kronis, yaitu penderita dengan hasil pemeriksaan masih BTA positif setelah selesai pengobatan ulangan.
  • Pengobatan Tuberkulosis Paru

1)        Prinsip Pengobatan Tuberkulosis Paru
Menurut Depkes RI (2008), OAT  diberikan dalam bentuk kombinasi dari beberapa jenis  obat, dalam jumlah cukup dan dosis tepat sesuai dengan kategori pengobatan. Pengobatan TB Paru diberikan dalam dua tahap, yaitu tahap  awal (intensif) dan lanjutan.
a.       Tahap Awal (Intensif)
Pada tahap  awal  (Intensif)  penderita mendapat obat setiap hari dan perlu diawasi langsung untuk mencegah terjadinya resistensi (kekebalan). Bila pengobatan tahap intensif tersebut diberikan secara tepat, biasanya penderita menular menjadi tidak menular dalam kurun waktu 2 minggu. Sebagian besar penderita TB Paru BTA positif menjadi BTA negatif (konversi) dalam 2 bulan.
b.      Tahap Lanjutan
Pada tahap lanjutan penderita mendapat jenis obat lebih sedikit, namun dalam jangka waktu yang lebih lama (6-9 bulan).  Tahap lanjutan penting untuk membunuh kuman persisten  (dormant)  sehingga mencegah terjadinya kekambuhan.
 
2)        Hasil Pengobatan
a.    Sembuh
Penderita telah menyelesaikan pengobatannya secara lengkap dan pemeriksaan ulang dahak sebelum akhir pengobatan dan pada akhir pengobatan hasilnya  negatif.
b.   Pengobatan Lengkap
Adalah pasien yang telah menyelesaikan pengobatannya secara lengkap tetapi tidak memenuhi persyaratan sembuh atau gagal.
c.    Meninggal
Adalah penderita yang meninggal dalam masa pengobatan karena sebab apapun.
d.   Pindah
Adalah pasien yang pindah berobat ke unit dengan register TB 03 yang lain dan hasil pengobatannya tidak diketahui.
e.    Default/ Drop Out
Penderita yang tidak berobat selama 2 bulan berturut-turut atau lebih sebelum masa pengobatannya selesai.
f.    Gagal
Penderita yang hasil pemeriksaan dahaknya tetap positif atau kembali menjadi positif sebelum akhir pengobatan atau pada akhir pengobatan (Depkes RI, 2008).
  •  Pengawasan Menelan Obat
Salah satu komponen DOTS adalah pengobatan paduan OAT jangka pendek dengan pengawasan langsung. Untuk menjamin keteraturan pengobatan diperlukan seorang pengawas menelan obat (PMO). Menurut Depkes RI (2006), persyaratan seorang PMO adalah:
1.      Seseorang yang dikenal, dipercaya dan disetujui, baik oleh petugas kesehatan maupun penderita, selain itu harus disegani dan dihormati oleh penderita.
2.      Seseorang yang tinggal dekat dengan penderita.
3.      Bersedia membantu penderita dengan sukarela.
4.   Bersedia dilatih dan atau mendapat penyuluhan bersama-sama dengan penderita.
  • Faktor- Faktor Yang Memengaruhi Kesembuhan


1.         Kepatuhan Berobat
Ester (2000) dalam Hasibuan (2011), kepatuhan pasien adalah sejauh mana perilaku pasien sesuai dengan ketentuan yang diberikan oleh profesional kesehatan. Bart (1994) dalam Hasibuan (2011), menyatakan bahwa ketidaktaatan meningkatkan risiko berkembangnya masalah kesehatan atau memperpanjang atau memperburuk kesakitan yang sedang diderita. Menurut Depkes RI, (2006), kepatuhan berobat adalah tingkah perilaku penderita dalam mengambil suatu tindakan atau upaya untuk secara teratur menjalani pengobatan. Penderita yang patuh berobat adalah yang menyelesaikan pengobatannya secara teratur dan lengkap tanpa terputus selama 6 bulan sampai dengan 8 bulan, sedangkan penderita yang tidak patuh berobat dan minum obat bila frekuensi minum obat tidak dilaksanakan sesuai rencana yang ditetapkan.
Ainur (2008) dalam Hasibuan (2011), menyatakan bahwa dalam proses penyembuhan, penderita TB paru dapat diberikan obat anti TB (OAT) yang diminum secara teratur sampai selesai dengan pengawasan yang ketat. Masa pemberian obat memang cukup lama yaitu 6-8 bulan secara terus-menerus, sehingga dapat mencegah penularan kepada orang lain. Oleh sebab itu, para penderita TB jika ingin sembuh harus minum obat secara  teratur. Tanpa adanya keteraturan minum obat, penyakit sulit disembuhkan. Jika tidak teratur minum obat penyakitnya sukar diobati, kuman TB dalam tubuh akan berkembang semakin banyak dan menyerang organ tubuh lain yang akan membutuhkan waktu lebih lama untuk dapat sembuh.
Menurut Mukhsin et al (2006) dalam Hasibuan (2011), beberapa faktor yang mempengaruhi keteraturan berobat antara lain:
a.    Tingkat pendidikan
Semakin tinggi tingkat pendidikan responden, maka semakin baik penerimaan informasi tentang pengobatan penyakitnya sehingga akan semakin teratur proses pengobatan dan penyembuhan.
b.    Mutu pelayanan kesehatan
Pelayanan kesehatan yang memuaskan pasien tersebut akan menimbulkan keinginan pasien untuk datang kembali.
c.    Sarana dan Prasarana Pelayanan
Pada sarana dan prasarana memadai, penderita TB paru lebih banyak yang teratur minum obat dan yang tidak teratur terbukti lebih sedikit.
d.   Efek samping obat
e.    Regimen pengobatan.
2.         Motivasi
Menurut Branca dalam Walgito (2003) dalam Hasibuan (2011), menyatakan bahwa motivasi merupakan kekuatan yang terdapat dalam diri individu yang mendorong untuk berbuat sesuatu. Menurut Notoatmodjo (2003) motivasi diartikan sebagai dorongan dalam bertindak untuk mencapai tujuan tertentu. Hasil dorongan dan gerakan ini diwujudkan dalam bentuk perilaku. Adapun perilaku itu sendiri terbentuk melalui proses tertentu, dan berlangsung dalam interaksi manusia dengan lingkungannya.

Motivasi mempunyai pengaruh yang cukup besar dalam penyembuhan pasien. Hal itu sesuai dengan yang dikatakan Siswanto (1999) dalam Hasibuan (2011), bahwa motivasi kesembuhan sebagai salah satu objek studi psikologi kesehatan akan menentukan semangat juang para pasien untuk sembuh atau setidaknya mampu bertahan dalam menghadapi penyakit yang dideritanya. Motivasi kesembuhan disini akan menjadi daya penggerak dalam diri individu sebagai upaya untuk mencari jalan keluar dalam proses pengobatan dan penyembuhan.

 

0 komentar:

Post a Comment