- Pengertian
Menurut Brunner
& Suddarth (2002) dalam Putra (2011) Tuberkulosis (TB) adalah penyakit
infeksius, yang terutama menyerang penyakit parenkim paru. Menurut Depkes RI
(2007) TB adalah penyakit menular langsung yang disebabkan oleh kuman TB (Mycobacterium
tuberculosis). Sebagian besar kuman TB menyerang paru, tetapi dapat juga
mengenai organ tubuh lainnya.
- Gejala TB
Gejala
utama penderita TB paru adalah batuk berdahak selama 2-3 minggu atau lebih.
Batuk dapat diikuti dengan gejala tambahan yaitu dahak bercampur darah, batuk
darah, sesak nafas, badan lemas, nafsu makan menurun, berat badan menurun, rasa
kurang enak badan (malaise), berkeringat malam hari tanpa kegiatan fisik,
demam meriang lebih dari satu bulan. Setiap orang dengan gejala tersebut
dianggap sebagai seorang tersangka (suspek) penderita TB dan perlu dilakukan
pemeriksaan dahak secara mikroskopis (Depkes RI, 2008).
- Klasifikasi Penyakit Tuberkulosis
Menurut Depkes
RI (2008) TB diklasifikasikan menjadi 2, yaitu TB paru dan Ekstra Paru. Menurut
Djojodibroto (2009) dalam Fahmy (2010) tuberkulosis paru mencakup 80% dari
keseluruhan kejadian penyakit tuberkulosis, sedangkan 20% selebihnya merupakan
tuberkulosis ektrapulmonar.
1)
Tuberkulosis
(TB ) Paru
Menurut
Depkes RI (2008), Tuberkulosis (TB) Paru
adalah tuberkulosis yang menyerang jaringan paru, tidak termasuk pleura
(selaput paru) dan kelenjar pada hilus. Berdasarkan hasil pemeriksaan dahak, TB
paru dibagi menjadi TB paru BTA positif dan BTA negatif.
a. TB
Paru BTA (+)
Sekurang-kurangnya 2
dari 3 spesimen dahak Sewaktu-Pagi-Sewaktu (SPS) hasilnya BTA positif. Satu
spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif dan foto toraks dada menunjukkan
gambaran TB.
b. TB
Paru BTA (-)
Pemeriksaan 3 spesimen dahak SPS hasilnya BTA
negatif dan foto toraks menunjukkan
gambaran TB. Tidak ada perbaikan setelah pemberian antibiotika dan non OAT
(Obat Anti Tuberkulosis).
2)
Tuberkulosis
(TB ) Ekstra Paru
Tuberkulosis
yang menyerang organ tubuh lain selain paru, misalnya pleura (selaput paru), selaput otak, pericardium (selaput jantung), kelenjar lymfe, tulang, ginjal dan lain-lain. TB
ekstra paru dibagi berdasarkan tingkat keparahan penyakitnya, yaitu:
a. TB ekstra paru ringan, misalnya TB
kelenjar lymfe, tulang (kecuali
tulang belakang), sendi dan kelenjar adrenal.
b. TB ekstra paru berat, misalnya Meningitis millier, pericarditis,
TB tulang belakang, TB usus, TB saluran kemih dan alat kelamin (Depkes RI,
2008).
- Tipe Penderita Tuberkulosis Paru
Menurut
Depkes RI (2008), tipe penderita ditentukan berdasarkan riwayat pengobatan
sebelumnya, ada beberapa tipe penderita yaitu:
1. Baru adalah penderita yang belum pernah diobati dengan Obat Anti Tuberkulosis (OAT) atau sudah pernah menelan OAT kurang dari satu bulan (4 minggu).
1. Baru adalah penderita yang belum pernah diobati dengan Obat Anti Tuberkulosis (OAT) atau sudah pernah menelan OAT kurang dari satu bulan (4 minggu).
2. Kambuh
(Relaps) adalah penderita
tuberkulosis yang sebelumnya pernah mendapatkan pengobatan tuberkulosis dan
telah dinyatakan sembuh, kemudian didiagnosis kembali dengan BTA positif.
3. Pengobatan
setelah putus berobat (Default)
adalah penderita yang telah
berobat dan putus berobat 2 bulan atau lebih dengan BTA positif.
4. Gagal
(Failure) adalah penderita yang hasil
pemeriksaan dahaknya tetap positif atau
kembali menjadi positif pada bulan ke lima
atau lebih selama pengobatan.
5. Pindahan
(Transfer In) adalah penderita yang
dipindahkan dari Unit Pelayanan Kesehatan (UPK) yang memiliki register TB lain
untuk melanjutkan pengobatannya.
6. Lain-lain adalah
kasus yang tidak memenuhi ketentuan diatas. Dalam kelompok ini termasuk kasus
kronis, yaitu penderita dengan hasil pemeriksaan masih BTA positif setelah
selesai pengobatan ulangan.
- Pengobatan Tuberkulosis Paru
1)
Prinsip
Pengobatan Tuberkulosis Paru
Menurut
Depkes RI (2008), OAT diberikan dalam bentuk
kombinasi dari beberapa jenis obat,
dalam jumlah cukup dan dosis tepat sesuai dengan kategori pengobatan.
Pengobatan TB Paru diberikan dalam dua tahap, yaitu tahap awal (intensif)
dan lanjutan.
a. Tahap
Awal (Intensif)
Pada
tahap awal (Intensif) penderita mendapat obat setiap hari dan perlu
diawasi langsung untuk mencegah terjadinya resistensi (kekebalan). Bila
pengobatan tahap intensif tersebut
diberikan secara tepat, biasanya penderita menular menjadi tidak menular dalam
kurun waktu 2 minggu. Sebagian besar penderita TB Paru BTA positif menjadi BTA
negatif (konversi) dalam 2 bulan.
b. Tahap
Lanjutan
Pada
tahap lanjutan penderita mendapat jenis obat lebih sedikit, namun dalam jangka
waktu yang lebih lama (6-9 bulan). Tahap
lanjutan penting untuk membunuh kuman persisten
(dormant) sehingga mencegah terjadinya kekambuhan.
2)
Hasil
Pengobatan
a.
Sembuh
Penderita
telah menyelesaikan pengobatannya secara lengkap dan pemeriksaan ulang dahak
sebelum akhir pengobatan dan pada akhir pengobatan hasilnya negatif.
b.
Pengobatan Lengkap
Adalah
pasien yang telah menyelesaikan pengobatannya secara lengkap tetapi tidak
memenuhi persyaratan sembuh atau gagal.
c.
Meninggal
Adalah
penderita yang meninggal dalam masa pengobatan karena sebab apapun.
d.
Pindah
Adalah
pasien yang pindah berobat ke unit dengan register TB 03 yang lain dan hasil
pengobatannya tidak diketahui.
e. Default/ Drop Out
Penderita
yang tidak berobat selama 2 bulan berturut-turut atau lebih sebelum masa
pengobatannya selesai.
f.
Gagal
Penderita yang hasil pemeriksaan dahaknya tetap positif atau kembali menjadi positif sebelum akhir pengobatan atau pada akhir pengobatan (Depkes RI, 2008).
Penderita yang hasil pemeriksaan dahaknya tetap positif atau kembali menjadi positif sebelum akhir pengobatan atau pada akhir pengobatan (Depkes RI, 2008).
- Pengawasan Menelan Obat
Salah
satu komponen DOTS adalah pengobatan paduan OAT jangka pendek dengan pengawasan
langsung. Untuk menjamin keteraturan pengobatan diperlukan seorang pengawas menelan
obat (PMO). Menurut Depkes RI (2006), persyaratan seorang PMO adalah:
1.
Seseorang yang dikenal, dipercaya dan
disetujui, baik oleh petugas kesehatan maupun penderita, selain itu harus
disegani dan dihormati oleh penderita.
2.
Seseorang yang tinggal dekat dengan
penderita.
3.
Bersedia membantu penderita dengan
sukarela.
4. Bersedia dilatih dan atau mendapat penyuluhan bersama-sama dengan penderita.
4. Bersedia dilatih dan atau mendapat penyuluhan bersama-sama dengan penderita.
- Faktor- Faktor Yang Memengaruhi Kesembuhan
1.
Kepatuhan Berobat
Ester
(2000) dalam Hasibuan (2011), kepatuhan pasien adalah sejauh mana perilaku
pasien sesuai dengan ketentuan yang diberikan oleh profesional kesehatan. Bart (1994)
dalam Hasibuan (2011), menyatakan bahwa ketidaktaatan meningkatkan risiko
berkembangnya masalah kesehatan atau memperpanjang atau memperburuk kesakitan
yang sedang diderita. Menurut Depkes RI, (2006), kepatuhan berobat adalah tingkah
perilaku penderita dalam mengambil suatu tindakan atau upaya untuk secara
teratur menjalani pengobatan. Penderita yang patuh berobat adalah yang
menyelesaikan pengobatannya secara teratur dan lengkap tanpa terputus selama 6
bulan sampai dengan 8 bulan, sedangkan penderita yang tidak patuh berobat dan
minum obat bila frekuensi minum obat tidak dilaksanakan sesuai rencana yang
ditetapkan.
Ainur
(2008) dalam Hasibuan (2011), menyatakan bahwa dalam proses penyembuhan,
penderita TB paru dapat diberikan obat anti TB (OAT) yang diminum secara
teratur sampai selesai dengan pengawasan yang ketat. Masa pemberian obat memang
cukup lama yaitu 6-8 bulan secara terus-menerus, sehingga dapat mencegah
penularan kepada orang lain. Oleh sebab itu, para penderita TB jika ingin
sembuh harus minum obat secara teratur.
Tanpa adanya keteraturan minum obat, penyakit sulit disembuhkan. Jika tidak
teratur minum obat penyakitnya sukar diobati, kuman TB dalam tubuh akan
berkembang semakin banyak dan menyerang organ tubuh lain yang akan membutuhkan
waktu lebih lama untuk dapat sembuh.
Menurut
Mukhsin et al (2006) dalam Hasibuan
(2011), beberapa faktor yang mempengaruhi keteraturan berobat antara lain:
a.
Tingkat pendidikan
Semakin
tinggi tingkat pendidikan responden, maka semakin baik penerimaan informasi
tentang pengobatan penyakitnya sehingga akan semakin teratur proses pengobatan
dan penyembuhan.
b.
Mutu pelayanan kesehatan
Pelayanan
kesehatan yang memuaskan pasien tersebut akan menimbulkan keinginan pasien
untuk datang kembali.
c.
Sarana dan Prasarana Pelayanan
Pada
sarana dan prasarana memadai, penderita TB paru lebih banyak yang teratur minum
obat dan yang tidak teratur terbukti lebih sedikit.
d.
Efek samping obat
e.
Regimen pengobatan.
2.
Motivasi
Menurut
Branca dalam Walgito (2003) dalam Hasibuan (2011), menyatakan bahwa motivasi merupakan
kekuatan yang terdapat dalam diri individu yang mendorong untuk berbuat
sesuatu. Menurut Notoatmodjo (2003) motivasi diartikan sebagai dorongan dalam
bertindak untuk mencapai tujuan tertentu. Hasil dorongan dan gerakan ini
diwujudkan dalam bentuk perilaku. Adapun perilaku itu sendiri terbentuk melalui
proses tertentu, dan berlangsung dalam interaksi manusia dengan lingkungannya.
Motivasi mempunyai pengaruh yang cukup besar dalam penyembuhan pasien. Hal itu sesuai dengan yang dikatakan Siswanto (1999) dalam Hasibuan (2011), bahwa motivasi kesembuhan sebagai salah satu objek studi psikologi kesehatan akan menentukan semangat juang para pasien untuk sembuh atau setidaknya mampu bertahan dalam menghadapi penyakit yang dideritanya. Motivasi kesembuhan disini akan menjadi daya penggerak dalam diri individu sebagai upaya untuk mencari jalan keluar dalam proses pengobatan dan penyembuhan.
0 komentar:
Post a Comment