PRIMARY SURVEY
Primary survey adalah deteksi cepat dan koreksi segera terhadap kondisi yang mengancam
Penatalaksanaan awal pada primary survey dilakukan
pendekatan melalui ABCDE yaitu :
A :
Airway, menjaga airway dengan kontrol servikal (cervical
spinecontrol)
B :
Breathing, menjaga pernafasan dengan ventilasi
C :
Circulation dengan kontrol perdarahan (hemorrage control)
D :
Disability, status neurologis
E :
Exposure/environmental control, membuka baju penderita, tetapi cegah
hipotermia
1.
Airway
Airway manajemen merupakan hal yang terpenting dalam resusitasi dan membutuhkan
keterampilan yang khusus dalam penatalaksanaan keadaan gawat darurat, oleh
karena itu hal pertama yang harus dinilai adalah kelancaran jalan nafas, yang
meliputi pemeriksaan jalan nafas yang dapat disebabkan oleh benda asing,
fraktur tulang wajah, fraktur manibula atau maksila, fraktur laring atau
trakea. Gangguan airway dapat timbul secara mendadak dan total, perlahan
– lahan dan sebagian, dan progresif dan/atau berulang.
Menurut ATLS 2004, Kematian-kematian dini karena masalah airway
seringkali masih dapat dicegah, dan dapat disebabkan oleh :
1.
Kegagalan mengetahui adanya
kebutuhan airway
2.
Ketidakmampuan untuk membuka
airway
3.
Kegagalan mengetahui adanya
airway yang dipasang secara keliru
4.
Perubahan letak airway yang
sebelumnya telah dipasang
5.
Kegagalan mengetahui adanya
kebutuhan ventilasi
6.
Aspirasi isi lambung
Bebasnya jalan nafas sangat penting bagi kecukupan ventilasi dan
oksigenasi. Jika pasien tidak mampu dalam mempertahankan jalan nafasnya,
patensi jalan nafas harus dipertahankan dengan cara buatan seperti : reposisi, chin
lift, jaw thrust, atau melakukan penyisipan airway orofaringeal
serta nasofaringeal (Walls, 2010). Usaha untuk membebaskan jalan nafas harus
melindungi vertebra servikal. Dalam hal ini dapat dimulai dengan melakukan chin
lift atau jaw thrust. Pada penderita yang dapat berbicara,
dapat dianggap bahwa jalan nafas bersih, walaupun demikian penilaian terhadap airway
harus tetap dilakukan. Penderita dengan gangguan kesadaran atau Glasgow
Coma Scale sama atau kurang dari 8 biasanya memerlukan pemasangan airway
definitif. Adanya gerakan motorik yang tak bertujuan, mengindikasikan
perlunya airway definitif.
Penilaian bebasnya airway dan baik-tidaknya pernafasan
harus dikerjakan dengan cepat dan tepat. Bila penderita mengalami penurunan
tingkat kesadaran, maka lidah mungkin jatuh ke belakang, dan menyumbat
hipofaring. Bentuk sumbatan seperti ini dapat dengan segera diperbaiki dengan
cara mengangkat dagu (chin lift maneuver), atau dengan mendorong rahang
bawah ke arah depan (jaw thrust maneuver). Airway selanjutnya
dapat dipertahankan dengan airway orofaringeal (oropharyngeal airway)
atau nasofaringeal (nasopharingeal airway). Tindakan-tindakan yang
digunakan untuk membuka airway dapat menyebabkan atau memperburuk cedera
spinal. Oleh karena itu, selama melakukan prosedurprosedur ini harus dilakukan
imobilisasi segaris (in-line immobilization) (ATLS, 2004)
Teknik-teknik mempertahankan airway :
1.
Head tilt
Bila tidak sadar, pasien
dibaringkan dalam posisi terlentang dan horizontal, kecuali pada pembersihan
jalan napas dimana bahu dan kepala pasien harus direndahkan dengan posisi
semilateral untuk memudahkan drainase lendir, cairan muntah atau benda asing.
Kepala diekstensikan dengan cara meletakkan satu tangan di bawah leher pasien
dengan sedikit mengangkat leher ke atas. Tangan lain diletakkan pada dahi depan
pasien sambil mendorong / menekan ke belakang. Posisi ini dipertahankan sambil
berusaha dengan memberikan inflasi bertekanan positif secara intermittena
(Alkatri, 2007). 1
2.
Chin lift
Jari - jemari salah satu
tangan diletakkan bawah rahang, yang kemudian secara hati – hati diangkat ke
atas untuk membawa dagu ke arah depan. Ibu jari tangan yang sama, dengan ringan
menekan bibir bawah untuk membuka mulut, ibu jari dapat juga diletakkan di
belakang gigi seri (incisor) bawah dan, secara bersamaan, dagu dengan
hati – hati diangkat. Maneuver chin lift tidak boleh menyebabkan hiperekstensi
leher. Manuver ini berguna pada korban trauma karena tidak membahayakan
penderita dengan kemungkinan patah ruas rulang leher atau mengubah patah tulang
tanpa cedera spinal menjadi patah tulang dengan cedera spinal.
3.
Jaw thrust
Penolong berada disebelah
atas kepala pasien. Kedua tangan pada mandibula, jari kelingking dan
manis kanan dan kiri berada pada angulus mandibula, jari tengah
dan telunjuk kanan dan kiri berada pada ramus mandibula sedangkan
ibu jari kanan dan kiri berada pada mentum mandibula. Kemudian
mandibula diangkat ke atas melewati molar pada
maxila (Arifin, 2012).
4.
Oropharingeal Airway (OPA)
Indikasi : Airway
orofaringeal digunakan untuk membebaskan jalan napas pada pasien yang
kehilangan refleks jalan napas bawah (Kene, davis, 2007). Teknik : Posisikan
kepala pasien lurus dengan tubuh. Kemudian pilih ukuran pipa orofaring yang
sesuai dengan pasien. Hal ini dilakukan dengan cara menyesuaikan ukuran pipa
oro-faring dari tragus (anak telinga) sampai ke sudut bibir. Masukkan pipa
orofaring dengan tangan kanan, lengkungannya menghadap ke atas (arah terbalik),
lalu masukkan ke dalam rongga mulut. Setelah ujung pipa mengenai palatum durum
putar pipa ke arah 180 drajat. Kemudian dorong pipa dengan cara melakukan jaw
thrust dan kedua ibu jari tangan menekan sambil mendorong pangkal pipa
oro-faring dengan hati-hati sampai bagian yang keras dari pipa berada diantara
gigi atas dan bawah, terakhir lakukan fiksasi pipa orofaring. Periksa dan
pastikan jalan nafas bebas (Lihat, rasa, dengar). Fiksasi pipa oro-faring
dengan cara memplester pinggir atas dan bawah pangkal pipa, rekatkan plester
sampai ke pipi pasien (Arifin, 2012)
5.
Nasopharingeal Airway
Indikasi : Pada penderita
yang masih memberikan respon, airway nasofaringeal lebih disukai
dibandingkan airway orofaring karena lebih bisa diterima dan lebih kecil
kemungkinannya merangsang muntah (ATLS, 2004). Teknik : Posisikan kepala pasien
lurus dengan tubuh. Pilihlah ukuran pipa naso-faring yang sesuai dengan cara
menyesuaikan ukuran pipa nasofaring dari lubang hidung sampai tragus (anak telinga).
Pipa nasofaring diberi pelicin dengan KY jelly (gunakan kasa yang sudah diberi
KY jelly). Masukkan pipa naso-faring dengan cara memegang pangkal pipa
nasofaring dengan tangan kanan, lengkungannya menghadap ke arah mulut (ke
bawah). Masukkan ke dalam rongga hidung dengan perlahan sampai batas pangkal
pipa. Patikan jalan nafas sudah bebas (lihat, dengar, rasa) ( Arifin, 2012).
6.
Airway definitif
Terdapat tiga jenis airway
definitif yaitu : pipa orotrakeal, pipa nasotrakeal, dan airway surgical
(krikotiroidotomi atau trakeostomi). Penentuan pemasangan airway definitif
didasarkan pada penemuanpenemuan klinis antara lain (ATLS, 2004):
1.
Adanya apnea
2.
Ketidakmampuan
mempertahankan airway yang bebas dengan cara – cara yang lain
3.
Kebutuhan untuk melindungi airway
bagian bawah dari aspirasi darah atau vomitus
4.
Ancaman segera atau bahaya
potensial sumbatan airway
5.
Adanya cedera kepala yang
membutuhkan bantuan nafas (GCS < 8)
6.
Ketidakmampuan
mempertahankan oksigenasi yang adekuat dengan Pemberian oksigen tambahan lewat
masker wajah
Intubasi orotrakeal dan nasotrakeal merupakan cara yang paling
sering digunakan. Adanya kemungkinan cedera servikal merupakan hal utama yang
harus diperhatikan pada pasien yang membutuhkan perbaikan airway. Faktor
yang paling menentukan dalam pemilihan intubasi orotrakeal atau nasotrakeal
adalah pengalaman dokter. Kedua teknik tersebut aman dan efektif apabila
dilakukan dengan tepat. Ketidakmampuan melakukan intubasi trakea merupakan
indikasi yang jelas untuk melakukan airway surgical.
Apabila pernafasan membaik, jaga agar jalan nafas tetap terbuka
dan periksa dengan cara (Haffen, Karren, 1992) :
1.
Lihat (look), melihat
naik turunnya dada yang simetris dan pergerakan dinding dada yang adekuat.
2.
Dengar (listen),
mendengar adanya suara pernafasan pada kedua sisi dada.
3.
Rasa (feel), merasa
adanya hembusan nafas.
2.
Breathing
Oksigen sangat penting bagi kehidupan. Sel-sel tubuh memerlukan
pasokan konstan O2 yang digunakan untuk menunjang reaksi kimiawi penghasil energi,
yang menghasilkan CO2 yang harus dikeluarkan secara terus-menerus (Sherwood,
2001). Kegagalan dalam oksigenasi akan menyebabkan hipoksia yang diikuti oleh
kerusakan otak, disfungsi jantung, dan akhirnya kematian (Hagberg, 2005). Pada
keadaan normal, oksigen diperoleh dengan bernafas dan diedarkan dalam aliran
darah ke seluruh tubuh (Smith, 2007). Airway yang baik tidak dapat
menjamin pasien dapat bernafas dengan baik pula (Dolan, Holt, 2008). Menjamin
terbukanya airway merupakan langkah awal yang penting untuk pemberian
oksigen. Oksigenasi yang memadai menunjukkan pengiriman oksigen yang sesuai ke
jaringan untuk memenuhi kebutuhan metabolik, efektivitas ventilasi dapat
dinilai secara klinis (Buono, Davis, Barth, 2007).
Apabila pernafasan tidak adekuat, ventilasi dengan menggunakan
teknik bag-valve-face-mask merupakan cara yang efektif, teknik ini lebih
efektif apabila dilakukan oleh dua orang dimana kedua tangan dari salah satu
petugas dapat digunakan untuk menjamin kerapatan yang baik (ATLS, 2004). Cara
melakukan pemasangan face-mask
1.
Posisikan kepala lurus
dengan tubuh
2.
Pilihlah ukuran sungkup muka
yang sesuai (ukuran yang sesuai bila sungkup muka dapat menutupi hidung dan
mulut pasien, tidak ada kebocoran)
3.
Letakkan sungkup muka
(bagian yang lebar dibagian mulut)
4.
Jari kelingking tangan kiri
penolong diposisikan pada angulus mandibula, jari manis dan tengah memegang
ramus mandibula, ibu jari dan telunjuk memegang dan memfiksasi sungkup muka
5.
Gerakan tangan kiri penolong
untuk mengekstensikan sedikit kepala pasien
6.
Pastikan tidak ada kebocoran
dari sungkup muka yang sudah dipasangkan
7.
Bila kesulitan, gunakan
dengan kedua tangan bersama-sama (tangan kanan dan kiri memegang mandibula dan
sungkup muka bersama-sama)
8.
Pastikan jalan nafas bebas
(lihat, dengar, rasa)
9.
Bila yang digunakan
AMBU-BAG, maka tangan kiri memfiksasi sungkup muka, sementara tanaga kanan
digunakan untuk memegang bag (kantong) reservoir sekaligus pompa
nafas bantu (squeeze-bag)
Penilaian awal tersebut dilakukan untuk menilai apakah terdapat
keadaankeadaan seperti tension pneumotoraks, massive haemotoraks, open
pneumotoraks dimana keadaan-keadaan tersebut harus dapat dikenali pada saat
dilakukan primary survey. Bila ditemukannya keadaan-keadaan tersebut maka
resusitasi yang dilakukan adalah ( Sitohang, 2012):
1.
Memberikan oksigen dengan
kecepatan 10 – 12 L/menit
2.
Tension pneumotoraks : Needle insertion (IV Cath No. 14) di ICR II linea
midclavicularis
3.
Massive haemotoraks : Pemasangan Chest Tube
4.
Open pneumotoraks : Luka diututp dengan kain kasa yang diplester pada tiga sisi (flutter-type
valveefect)
Pulse oxymeter dapat
digunakan untuk memberikan informasi tentang saturasi oksigen dan perfusi
perifer penderita. Pulse oxymeter adalah metoda yang noninvansif untuk
mengukur saturasi oksigen darah aterial secara terus menerus (ATLS, 2004).
3.
Circulation
Perdarahan merupakan penyebab kematian setelah trauma (Dolan,
Holt, 2008). Oleh karena itu penting melakukan penilaian dengan cepat status
hemodinamik dari pasien, yakni dengan menilai tingkat kesadaran, warna kulit
dan nadi (ATLS,2004).
a.
Tingkat kesadaran Bila
volume darah menurun perfusi otak juga berkurang yang menyebabkan penurunan
tingkat kesadaran.
b.
Warna kulit Wajah yang
keabu-abuan dan kulit ektremitas yang pucat merupakan tanda hipovolemia.
c.
Nadi Pemeriksaan nadi
dilakukan pada nadi yang besar seperti arteri femoralis dan arteri karotis (kanan kiri), untuk kekuatan nadi,
kecepatan dan irama.
Dalam keadaan darurat yang tidak tersedia alat-alat, maka secara
cepat kita dapat memperkirakan tekanan darah dengan meraba pulsasi (Haffen,
Karren, 1992):
1.
Jika teraba pulsasi pada
arteri radial, maka tekanan darah minimal 80 mmHg sistol
2.
Jika teraba pulsasi pada
arteri brachial, maka tekanan darah minimal 70 mmHg sistol
3.
Jika teraba pulsasi pada
arteri femoral, maka tekanan darah minimal 70 mmHg sistol
4.
Jika teraba pulsasi pada
arteri carotid, maka tekanan darah minimal 60 mmHg sistol
Perdarahan eksternal harus cepat dinilai, dan segera dihentikan
bila ditemukan dengan cara menekan pada sumber perdarahan baik secara manual
maupun dengan menggunakan perban elastis. Bila terdapat gangguan sirkulasi
harus dipasang sedikitnya dua IV line, yang berukuran besar. Kemudian
lakukan pemberian larutan Ringer laktat sebanyak 2 L sesegera mungkin (ATLS,
2004).
4.
Disability
Menjelang akhir primary survey dilakukan evaluasi terhadap
keadaan neurologis secara cepat. Hal yang dinilai adalah tingkat kesadaran,
ukuran dan reaksi pupil. Tanda-tanda lateralisasi dan tingkat (level) cedera spinal
(ATLS, 20 2004). Cara cepat dalam mengevaluasi status neurologis yaitu dengan
menggunakan AVPU, sedangkan GSC (Glasgow Coma Scale) merupakan metode
yang lebih rinci dalam mengevaluasi status neurologis, dan dapat dilakukan pada
saat survey sekunder (Jumaan, 2008).
AVPU, yaitu:
A : Alert
V : Respon to verbal
P : Respon to pain
U : Unrespon
GSC (Glasgow Coma Scale) adalah sistem skoring yang
sederhana untuk menilai tingkat kesadaran pasien.
1.
Menilai “eye opening”
penderita (skor 4-1) Perhatikan apakah penderita :
a.
Membuka mata spontan
b.
Membuka mata jika dipanggil,
diperintah atau dibangunkan
c.
Membuka mata jika diberi
rangsangan nyeri (dengan menekan ujung kuku jari tangan)
d.
Tidak memberikan respon
2.
Menilai “best verbal
response” penderita (skor 5-1) Perhatikan apakah penderita :
a.
Orientasi baik dan mampu
berkomunikasi
b.
Disorientasi atau bingung
c.
Mengucapkan kata-kata tetapi
tidak dalam bentuk kalimat
d.
Mengerang (mengucapkan kata
-kata yang tidak jelas artinya)
3.
Menilai “best motor
respon” penderita (skor 6-1) Perhatikan apakah penderita :
a.
Melakukan gerakan sesuai
perintah
b.
Dapat melokalisasi
rangsangan nyeri
c.
Menghindar terhadap
rangsangan nyeri
d.
Fleksi abnormal (decorticated)
e.
Ektensi abnormal (decerebrate)
f.
Tidak memberikan respon
Range skor : 3-15 (semakin rendah skor yang diperoleh, semakin
jelek kesadaran)
Penurunan tingkat kesadaran perlu diperhatikan pada empat
kemungkinan penyebab (Pre-Hospital Trauma Life Support Commitee 2002) :
1.
Penurunan oksigenasi
atau/dan penurunan perfusi ke otak
2.
Trauma pada sentral nervus
sistem
3.
Pengaruh obat-obatan dan
alkohol
4.
Gangguan atau kelainan
metabolik
5.
Exposure
Merupakan bagian akhir dari primary survey, penderita harus
dibuka keseluruhan pakaiannya, kemudian nilai pada keseluruhan bagian tubuh.
Periksa punggung dengan memiringkan pasien dengan cara log roll. Selanjutnya
selimuti penderita dengan selimut kering dan hangat, ruangan yang cukup hangat
dan diberikan cairan intra-vena yang sudah dihangatkan untuk mencegah agar
pasien tidak hipotermi.